Sabtu, 30 Juli 2011

MULTIKULTURALISME GERAKAN INTELEKTUAL IMM

 Multikulturalisme Gerakan Intelektual IMM

Gerakan mahasiswa sejak dahulu sampai saat ini mengalami pasang surut dalam penyikapan realitas nusantara. Seakan-akan kemunculannya tergantung pada momentum kebijakan politik yang kembang kempis membela kepentingan rakyat. Ketika para pengambil keputusan di anggap bersebrangan dengan nurani, disinilah kekuatan massa mahasiswa beraksi. Meski tidak sedikit model gerakan aksi dinilai sudah menanggalkan kesuciannya.

Belum lagi, tipologi gaya gertak sambal dan latahisme mengikuti arus isu politik diakui atau tidak sudah merasuk relung perubahan yang seharusnya bersih dari kedangkalan analisa, dan cukup banyak membuat aksi massa mahasiswa tersandera dengan berapa besar jumlah rupiah yang dikeluarkan ‘mafia’ aksi untuk mendongkrak suatu wacana/isu kehadapan publik.

Ironisnya, virus perompak dan pragmatisme sejatinya ditularkan para pemimpin negri antah berantah yang dengan sekenanya mengumbar slogan dan praksis pembelaan terhadap anak-anak bumiputera, tapi mengubah wajahnya berganti laiknya penguasa atau juga perompak dalam lautan kekuasaan yang berbondong-bondong mengamankan posisinya agar tetap menjaga stabilitas jemari cengkramannya dari ancaman ‘politikus putih’, walau istilah terakhir patut diduga berperilaku samahalnya dengan kelompok yang disebut lebih awal.

Jadilah stabilitas pemerintahan tidak hentinya di goncang beragam kepentingan, efeknya sudah dapat ditebak, rakyat kecil semakin sengsara dan kerusuhan dimana-mana. Sebut saja peristiwa SARA, Mei 1998, Ambon, Poso dan Tanjung Priok beberapa waktu lalu.

Slogan Ki Hajar Dewantara, Ing Ngarso Sung Tulodho-Ing Madyo Mangun Karso-Tut Wuri Handayani (Di depan publik memberikan suri tauladan yang baik, Di antara publik membangun kinerja yang bagus, di belakang memberikan motivasi) dan perwujudannya berupa jargon klasik, Gemah Ripah Loh Jinawi (kemakmuran, kesenangan, kesuburan yang dinikmati oleh seluruh penduduk tanpa kecuali) kenyataannya cukup berhenti semata-mata ungkapan mutiara pendahulu negeri kepulauan ini yang tidak mampu diwujudkan keturunannya.

Sementara, anak-cucu lainnya di lingkaran kesatuan ketatanegaraan bidang keamanan dan ketertiban, sering terlibat dalam beragam kasus kekerasan dan mengabaikan nilai-nilai universal –hak asasi manusia-.

Anomali serupa terjadi di dunia kampus, kerusuhan mahasiswa universitas negeri Makassar dan peristiwa sejenisnya menjadikan wajah Indonesia terlalu menyedihkan tampil di media-media asing.

Diluar efek ketidakmampuan pemerintah menanggulangi pelbagai persoalan, kaum muda mahasiswa kini dibelit kecenderungan mengikuti isu yang berkembang dan menanti common enemy seperti era dimana tumbangnya Soeharto. Posisi ini memaksa kelompok mahasiswa mengambil peran beragam guna kelangsungan organisasi gerakan mereka. Ada yang secara terus terang melangkah dunia politik an sich, model pemberdayaan kaum marginal, atau pun berjubah politik dakwah.

Dari sekian banyak tipologi gerakan mahasiswa itu, IMM sejak lahirnya menegaskan karakteristik gerakan intelektualnya. IMM mampu berijtihad di wilayah ini meski diakui kurang greng mementaskan gerakan massanya. Wajar, sebab IMM bukanlah gerakan massa semata, tapi lebih berorientasi gerakan kaderisasi.

Pun jua, apa lacur jika kita meng-klaim IMM sebagai gerakan Intelektual lantas terlena beradu argumen sesuai bahan bacaan tapi ‘melupakan‘ ruang yang semestinya di garap?.

Pemberdayaan potensi kearifan lokal adalah kunci mengapa IMM harus memainkan peran yang secara nyata belum di seriusi kalangan gerakan kaum muda mahasiswa lainnya.

Melalui Muktamar XIV IMM di Bandung 21-26 April 2010 lalu yang melahirkan panah baru perjuangan bernama Bidang Seni, Budaya dan Olahraga. IMM diharapakan mampu untuk menggali dan memasyaratkan kreatifitas seni, budaya dan olahraga sebagai cara Ijtihad strategis IMM untuk masa depan dalam men-syiarkan gerakan dakwah Islam dan masyarakat Islam (sasaran khusus) kepada khalayak ramai.

Dari sinilah, IMM laksana kembang yang warna dan semerbaknya menggugah rasa ditengah kejenuhan gerakan mahasiswa dan masyarakat Indonesia akan kondisi politik dewasa ini.

Namun disini pulalah kader IMM di uji bukan pada tataran konsep yang melangit tapi juga masuk pada wilayah tataran praksis dan yakni konsep yang membumi. Sehingga identitas kader IMM tentang culture studies dan Muhammadiyah sebagai gerakan kultural baik dibeberapa sendi patologi sosial maupun kondisi sosial mampu diejawantahkan oleh kader muda Muhammadiyah.

Dengan kata lain, isu Multikulturalisme Gerakan Intelektual sepatutnya dijadikan ruh gerakan yang mencirikan keberpihakan IMM. Sehingga multikulturalisme sebagaimana diungkapkan Hilda Hernandes dalam buku Multiculturalisme Educations: A Teacher Guide To Linking Context, Process And Content benar-benar dapat menggapai kerjasama, kesederajatan dan mengapresiasi dalam dunia yang kian kompleks dan tidak monokultur lagi.

Parsudi Suparlan (2002) menyebutkan bahwa istilah multikultural telah membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme. Konsep multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman secara sukubangsa atau kebudayaan sukubangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Ulasan mengenai multikulturalisme mau tidak mau akan mengupas beragam permasalahan seputar dukungan terhadap ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas.

Sebab itu, wacana ini patut dijadikan langkah awal IMM dan membuat gerakan kita semakin progressif dipercaturan gerakan mahasiswa Indonesia.

ISU GERAKAN
- Multikulturalisme Gerakan Intelektual IMM (kognitif-afektif)
- Mengembangkan potensi budaya lokal melalui transformasi kader IMM (psikomotorik)

MODUS GERAKAN
1. Kajian Culture Studies
2. Dialog Peradaban Nusantara
3. Madrasah Kebudayaan
4. Media Literasi Gerakan
5. Menggali dan memasyarakatkan kreativitas seni, budaya dan olah raga

STRATEGI GERAKAN
1. Capacity Building
2. Penguatan Gerakan Basis dan Basis Gerakan
3. Membangun Jejaring Kebudayaan
4. Marketing Kader Seniman, Budayawan dan Olahragawan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar